Saturday 10 April 2010

Bagaimana menentukan jumlah sumbangan untuk undangan pesta kawinan?

Pada akhir minggu ini saya mendapat undangan kawinan dari teman kantor yang lebih junior. Terus terang saya bingung untuk menentukan jumlah uang yang nantinya saya sumbangkan ke kawinan tersebut. Eh lagi asik menulis artikel ini, tiba-tiba ada undangan kawinan lagi yang diantar pos. Tambah bingung nih.




Kenapa bingung?

Secara tidak tertulis sudah ada persepsi yang berkembang dan diterima di masyarakat, khususnya di kawasan perkotaan, bahwa undangan kawinan sebenarnya sama saja dengan undangan untuk menyumbang. Oke ini bisa saya terima, namun bagaimana dengan menentukan jumlah uang sumbangannya? Nyumbang sedikit ntar dinilai pelit, tapi kalau nyumbang banyak kok kayaknya sayang ya buang uang aja.

Saya pernah minta pendapat kepada beberapa teman tentang hal ini, kebanyakan mereka gak mau ambil pusing dan ada yang bilang tabu lah ngomongin sumbangan. Mungkin bagi sebagian dari anda juga, hal ini merupakan hal yang tabu untuk dibicarakan, tapi saya akan coba angkat hal yang sedikit tabu ini sedikit ke permukaan. Setidaknya saya juga butuh komentar atau masukan dari anda tentang pengalaman dan persepsi anda.

Disini akan saya coba buka beberapa parameter yang mungkin bisa dijadikan patokan untuk menentukan besaran jumlah uang sumbangan untuk kawinan.



Saya sudah coba googling masalah ini dan ketemu ini. Ternyata mereka juga pada bingung. Oke deh daripada bingung, saya coba buka diskusi.

Bingung karena dalam hal jumlah uang sumbangan kawinan ini kita bicara masalah persepsi.

Kalau gak mau bingung ya kita harus cuek dengan persepsi. Misalnya semua undangan kawinan kita sumbang Rp100 ribu, tidak membedakan siapa yang mengundang, acaranya kawinannya mewah atau sederhana dan lain sebagainya. Dahulu, saya pernah menggunakan cara ini dan ternyata tidak ada dampak sosial kepada saya atau keluarga saya. Mungkin saja sih, salah satu atau beberapa dari pasangan yang menikah atau keluarganya membicarakan saya yang nyumbang hanya Rp100 ribu. Tapi saya cuek aja lah. Kalau mereka kecewa dengan jumlah sumbangan saya ya salahnya mereka sendiri memainkan persepsi lebih tinggi dari saya.

Tapi dengan berjalannya umur, tingkat karir dan status sosial, ternyata saya sekarang ini sulit untuk kembali cuek. Pikiran saya mulai dihinggapi pikiran2 yang berhubungan dengan persepsi tadi. Misalnya “masa si boss nyumbangnya cuman segini sih…, pelit amat!!” atau “wah gak balik modal nih….” Kalau yang ini mungkin anggapan orang tua yang sudah merogoh kocek utk ngongkosin pesta kawinan anaknya.
Dalam benak saya ada pemikiran sebagai berikut: ada beberapa parameter dari pihak yang mengundang dan yang diundang mungkin bisa digunakan untuk menentukan jumlah uang sumbangan, yaitu: yang mengundang (kedekatan kekerabatan dengan yang diundang, kedekatan dalam hubungan pekerjaan dengan yang diundang, status sosial, mewah tidaknya acara kawinan), yang diundang (status sosial dan juga kondisi keuangan). Mungkin masih ada parameter lain, namun saya hanya membatasi parameter tersebut. Kalau parameternya lebih banyak, malah jadi bingung lagi.

Nah tahap berikutnya tinggal kita menerapkan sejumlah uang sumbangan (tarif) untuk setiap parameter. Semisal saya menggunakan dasar jumlah sumbangan Rp100 ribu sebagari tarif dasar, maka setiap parameter “yang mengundang” masuk dalam persepsi positif saya akan saya tambahkan Rp100 ribu untuk tiap parameter.
Jadi kalau yang mengundang dekat dg saya akan saya tambahkan Rp100 ribu. Kalau tidak begitu dekat ya saya tambahkan Rp50 ribu. Untuk status sosial, ini juga parameter positif Rp 100 ribu dan kalau pestanya mewah saya tambahkan Rp100 ribu lagi. Total saya akan menyumbang kawinan maksimal sebesar Rp300 ribu. Untuk parameter yang diundang merupakan parameter untuk konfirmasi. Misalnya status sosial yang diundang (dalam hal ini saya) misalnya lebih rendah dari yang mengundang, maka saya tidak akan melakukan penambahan atau pengurangan jumlah sumbangan. Namun kalau status sosial yang mengundang justru dibawah saya, maka akan saya tambahkan Rp100ribu. Untuk parameter kondisi keuangan, bila kondisi keuangan saya baik maka saya bisa saja saya menambahkan jumlah sumbangan atau tidak merubah jumlah sumbangan. Namun kalau kondisi keuangan saya sedang tidak baik maka parameter ini saya gunakan sebagai pengurang jumlah sumbangan, misalnya saya kurangkan Rp100 ribu.

Mungkin pandangan saya ini tidak lazim, tapi setidaknya pandangan saya bisa dijadikan pijakan untuk membantu saya sendiri untuk menentukan jumlah sumbangan kawinan. Bagaimana pengalaman dan cara anda?

No comments:

Related Posts with Thumbnails